Tari Bidu - NTT
Tarian Bidu merupakan tarian peninggalan nenek moyang Belu yang pada mulanya digunakan sebagai media perkenalan bagi pemuda dan pemudi. Tarian ini dilaksanakan atas rencana pemuda-pemudi atas persetujuan orang tua masing-masing. Sebelumnya pihak pemuda merencanaan dan membuat perjanjian bersama dalam bahasa adat disebut hameno bidu.
Perjanjian ini kemudian ditepati dan mereka pun berduyun-duyun menuju lokasi yang telah ditentukan, yang ditonton oleh masyarakat sekitar. Para penari Bidu yang terdiri dari pemuda dan pemudi ini pun segera masuk arena untuk menari. Apabila sang pemuda telah menemukan gadis idamannya, maka dalam menari si pemuda mengelilingi si gadis idamannya. Sang gadis pun tahu kalau si pemuda sudah menaruh hati, maka si gadis pura-pura jual mahal. Pada tahap berikutnya sang pemuda sambil menari melambai-lambaikan sapu tangannya ke wajah si gadis dan berusaha meletakkan sapu tangannya ke bahu si gadis.
jika si gadis itu menyetujuinya, maka sapu tangan itu akan diterimanya dengan baik. Selanjutnya menjelang tarian usai diadakan janji untuk hanimak (suatu proses saling mengenal yang sangat etis, romantis dan berbobot, karena masih dalam pengendalian).
Apabila dialog perjanjian itu belum selesai, akan dilaksanakan setelah tarian usai. Dialog-dialog itu dengan bahasa bersyair, dan bisanya pemudalah yang memulainya.
Setelah proses perjanjian, si pemuda lalu pulang dan mencari teman yang dapat dipercaya untuk kemudian diutus sebagai jembatan untuk menghubungi orang tua gadis dengan kata-kata pemberitahuan bahwa si pemuda mau bertandang ke rumah si gadis.
Bila orang tua gadis setuju, maka si pemuda mulai berdandan dan segera pergi ke rumah si gadis dengan membawa sirih pinang. Kemudian terjadi dialog antara pemuda dan si gadis.
Setelah proses hanimak atau bertandang, pulanglah si pemuda dengan seizin gadis dan orang tuanya. Selanjutnya apabila ada kecocokan, maka hanimak berlanjt terus pada malam-malam berikutnya, dan pada gilirannya terjadilah proses binor yang berarti saling menyimpan barang (tempat sirih, kain selimut, pakaian, foto-foto dan lainnya).
Setelah terjadinya binor, maka orang tua kedua belah pihak bermusyawarah untuk menentukan waktu meminang atau memasukan sirih pinang. Pada saat meminang, pihak laki-laki membawa sirih pinang, sopi (tuak) satu botol, dan ayam satu ekor serta satu ringgit perak dan kain putih kurang lebih satu meter. Barang-barang tersebut dinamakan Mama Lulik (sirih pinang pamali). Kemudian menyusul lagi tahap adat yang disebut Mama Tebes. Dalam acara ini dibahas tentang jadwal perkawinan di gereja.
Perjanjian ini kemudian ditepati dan mereka pun berduyun-duyun menuju lokasi yang telah ditentukan, yang ditonton oleh masyarakat sekitar. Para penari Bidu yang terdiri dari pemuda dan pemudi ini pun segera masuk arena untuk menari. Apabila sang pemuda telah menemukan gadis idamannya, maka dalam menari si pemuda mengelilingi si gadis idamannya. Sang gadis pun tahu kalau si pemuda sudah menaruh hati, maka si gadis pura-pura jual mahal. Pada tahap berikutnya sang pemuda sambil menari melambai-lambaikan sapu tangannya ke wajah si gadis dan berusaha meletakkan sapu tangannya ke bahu si gadis.
jika si gadis itu menyetujuinya, maka sapu tangan itu akan diterimanya dengan baik. Selanjutnya menjelang tarian usai diadakan janji untuk hanimak (suatu proses saling mengenal yang sangat etis, romantis dan berbobot, karena masih dalam pengendalian).
Apabila dialog perjanjian itu belum selesai, akan dilaksanakan setelah tarian usai. Dialog-dialog itu dengan bahasa bersyair, dan bisanya pemudalah yang memulainya.
Setelah proses perjanjian, si pemuda lalu pulang dan mencari teman yang dapat dipercaya untuk kemudian diutus sebagai jembatan untuk menghubungi orang tua gadis dengan kata-kata pemberitahuan bahwa si pemuda mau bertandang ke rumah si gadis.
Bila orang tua gadis setuju, maka si pemuda mulai berdandan dan segera pergi ke rumah si gadis dengan membawa sirih pinang. Kemudian terjadi dialog antara pemuda dan si gadis.
Setelah proses hanimak atau bertandang, pulanglah si pemuda dengan seizin gadis dan orang tuanya. Selanjutnya apabila ada kecocokan, maka hanimak berlanjt terus pada malam-malam berikutnya, dan pada gilirannya terjadilah proses binor yang berarti saling menyimpan barang (tempat sirih, kain selimut, pakaian, foto-foto dan lainnya).
Setelah terjadinya binor, maka orang tua kedua belah pihak bermusyawarah untuk menentukan waktu meminang atau memasukan sirih pinang. Pada saat meminang, pihak laki-laki membawa sirih pinang, sopi (tuak) satu botol, dan ayam satu ekor serta satu ringgit perak dan kain putih kurang lebih satu meter. Barang-barang tersebut dinamakan Mama Lulik (sirih pinang pamali). Kemudian menyusul lagi tahap adat yang disebut Mama Tebes. Dalam acara ini dibahas tentang jadwal perkawinan di gereja.
0 Response to "Tari Bidu - NTT"
Post a Comment