Budaya sintuvu lahir dari masyarakat Kaili

Budaya sintuvu lahir dari masyarakat Kaili

Budaya sintuvu lahir dari masyarakat Kaili ketika menghadapi persoalan-persoalan yang dirasa berat sehingga memerlukan kerja sama atau gotong royong. Prinsip gotong royong dalam masyarakat Kaili dipahami sebagai aktivitas masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai kekeluargaan dan musyawarah (libu) untuk menyelesaikan masalah publik secara bersama-sama demi kepentingan bersama. Proses sintuvu dalam masyarakat Kaili didahului dengan musyawarah (libu) untuk mendapatkan kemufakatan, dari hasil kemufakatan tersebut kemudian dikerjakan dan dipertanggungjawabkan secara bersama-sama.  

Oleh karenanya, sintuvu identik dengan konsep gotong royong sebagai kebudayaan khas Indonesia. Soekarno dalam Safroedin Bahar menegaskan bahwa gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan nilai yang sebenarnya dari budaya sintuvu dalam masyarakat Kaili. 

Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai kekeluargaan dan persatuan pada prinsip nosarara nosabatutu; nilai keterbukaan dan kekeluargaan dalam ada nosibolai,; nilai musyawarah mufakat dan tanggung jawab dalam libu ntodea; serta nilai kekeluargaan, musyawarah, kerja sama, dan harmoni dalam tonda talusi. Identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam budaya kebersamaan yang lahir dan berkembang dalam masyarakat 

Kaili tersebut, dideskripsikan sebagai berikut: 

1. Nosarara nosabatutu (prinsip kekeluargaan dan persatuan) 

Masyarakat Kaili memiliki kearifan budaya lokal tentang kebersamaan diantaranya ajaran nosarara nosabatutu yang mengandung nilai-nilai kekeluargaan dan persatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nosarara nosabatutu artinya persaudaraan dalam wadah tali kasih (Sumber: Hambali). Konsep tentang kebersamaan dalam masyarakat Kaili pada awalnya dimaknai sebagai hubungan kekeluargaan berdasarkan ikatan satu darah (nosarara), sebuah pemahaman bahwa mereka bersaudara karena memiliki ikatan secara geneologis. Hubungan kekeluargaan tersebut disatukan dalam satu wadah yang disebut batutu sehingga melahirkan konsep nosabatutu. 

Prinsip nosarara nosabatutu disinyalir lahir sejak lahirnya masyarakat Kaili yang dikenal dengan sebutan To Kaili. Kelompok sosial dalam masyarakat Kaili pada masa kepemimpinan tradisional diperintah oleh seorang kepala suku disebut Tomalanggai. Pada masa Tomalanggai orang Kaili sudah mengenal prinip-prinsip kebersamaan dalam ajaran nosarara nosabatutu. Ajaran nosarara nosabatutu merupakan prinsip tentang kekeluargaan atau persaudaran dan persatuan masyarakat Kaili yang didasarkan atas hubungan darah.

2. Ada nosibolai (prinsip keterbukaan) 

Masyarakat Kaili adalah masyarakat egaliter yang menerima secara terbuka kehadiran kelompok-kelompok etnik lainnya di Tanah Kaili. Orang Kaili (To Kaili) sangat terbuka terhadap etnik lainnya sejak zaman dahulu, yaitu pada masa kerajaan. Salah satu bentuk keterbukaan masyarakat Kaili ditunjukkan dalam tradisi kawin mawin antaretnik disebut adanosibolai. Tradisi kawin mawin antar etnik tersebut awalnya dilakukan oleh raja dan bangsawan di lingkungan kerajaan kemudian diikuti oleh kalangan masyarakat biasa. Tradisi ada nosibolai pada awalnya merupakan usaha bangsawan di masa lalu untuk menyebarkan keturunannya ke daerah lain dengan cara perkawinan (Melalatoa 1995). Tradisi ini masih berlaku sampai dengan sekarang, baik di lingkungan masyarakat keturunan raja dan bangsawan (magau dan madika) maupun masyarakat biasa (ntodea). Sejak dahulu, tidak ada larangan bagi masyarakat Kaili dalam melangsungkan pernikahan dengan etnik mana pun. Melalui ada nosibolai masyarakat Kaili ingin menunjukkan sifat keterbukaannya dalam menjalin hubungan kekeluargaan dan persaudaraan. Keterbukaaan etnik Kaili melalui ada nosibolai tersebut merupakan salah satu kearifan masyarakat Kaili dalam membangun kebersamaan dengan etnik lainya. 

 3. Libu ntodea (prinsip musyawarah mufakat) 

Musyawarah merupakan salah satu bentuk kearifan masyarakat Kaili dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara kekeluargaan untuk mencapai kemufakatan. Musyawarah mufakat lazimnya dilaksanakan oleh orang banyak sehingga disebut libu ntodea. Orang Kaili dikenal memiliki prinsip yang sangat kuat dalam mempertahankan kebenaran, tetapi sekaligus mempunyai sikap mudah berdamai dengan orang lain. Sikap mudah berdamai artinya bahwa orang Kaili menempatkan musyawarah mufakat sebagai cara dalam mengatasi persoalan. Sebab, jika sudah terjadi kemufakatan maka orang Kaili akan menerima dan bertanggung jawab atas hasil kemufakatan tersebut.  

Istilah musyawarah mufakat sesuai penggunaannya dalam masyarakat Kaili disebut dalam beberapa pengertian, yaitu libu (musyawarah), molibu (mengundang orang untuk bermusyawah), dan polibu (tempat bermusyawarah). 

4. Tonda talusi (prinsip harmoni) 

Talusi artinya tiga penyangga (Sumber: Tjatjo Tuan Sjaichu). Tonda talusi merupakan kearifan lokal masyarakat Kaili dalam mewujudkan harmonisasi sebagaisuatu upaya untuk meminimalisir terjadinya konflik. Tonda talusi dalam konteks kebersamaan masyarakat Kaili merupakan sistem nilai yang dibangun atas dasar konsep sintuvu untuk mewujudkan keharmonisan dalam masyarakat. Nilai-nilai yang mendasari tonda talusi adalah kekeluargaan, musyawarah, kerja sama, dan harmoni.  

Tonda talusi adalah filosofi masyarakat Kaili yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta, dengan sesama manusia, dan dengan Tuhan. Tonda talusi artinya tiga penyangga (tungku) kehidupan masyarakat Kaili. Prinsip-prinsip kebersamaan dalam falsafah Tonda Talusi, meliputi 3 pilar kehidupan masyarakat Kaili yang dilandasi nilai-nilai kebaikan, yaitu: 1) Matuvu Mosipeili artinya baku lihat, 2) Matuvu Mosiepe artinya baku dengar, 3) Matuvu Mosimpotove artinya baku sayang. Tonda Talusi menggambarkan tiga tungku penyangga kehidupan dalam masyarakat Kaili 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pompaura Posunu Rumpu

Pompaura Posunu Rumpu

Pompaura Posunu Rumpu


Pompaura Posunu Rumpu adalah salah satu ritual adat yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh Suku kaili. Pompaura dalam Bahasa Indonesia artinya mengembalikan. Sedangkan Posunu artinya menggeser, menyingkirkan, atau membersihkan. Dan Rumpu artinya kotoran. Pompaura Posunu Rumpu bisa diartikan menyingkirkan atau membersihkan kotoran dan mengembalikan kepada pemilik-Nya.

“Tujuannya dilakukan ritual adat ini untuk membersihkan kampung dari hal-hal buruk, tolak bala, tolak sial dan yang lainnya. ritual adat tersebut, seluruh warga kampung memohon kepada Tuhan yang mahakuasa agar dihindarkan dan dilindungi dari berbagai bencana dan bahaya.


Sekilas tentang Suku Kaili. Tokaili...

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten DonggalaKabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung GawaliseGunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-MoutongKabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Alat Musik Suku Dampelas

Alat Musik Suku Dampelas

Alat Musik Suku Dampelas

Beberapa alat musik tradisional yang berasal dari Suku Dampelas Sulawesi Tengah, antara lain:[2]

Tutuba

Tatali

Geso-Geso

Popondi

Pare'e

Lalove

Santu.

Sekilas tentang suku Dampelas

Suku Dampelas merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah kecamatan Dampelas Sojol, Kabupaten Donggala dan kabupaten Tolitoli di provinsi Sulawesi Tengah Indonesia. Suku ini terkenal karena memiliki tradisi adat yang unik serta benda-benda pusaka sakti dan berkhasiat untuk menghadapi musuh. Orang yang memakai benda-benda pusaka itu akan menjadi dan tidak mempan terhadap guna-guna (santet) dan ilmu hitam lainnya.

Sebagian besar suku Dampelas beragama Islam namun mereka juga mempertahankan kepercayaan animisme. Suku Dampelas mengenal berbagai nama makhluk untuk kekuatan gaib dan juga sebagai tempat perlindungan dan tempat memohon berkat dengan menggunakan cara-cara tertentu. Suku Dampelas juga dikenal sebagai suku yang masih menggunakan benda-benda sakti yang berkhasiat sebagai penangkal serangan musuh. Orang yang menggunakan alat itu seakan-akan menjadi kebal, tidak diganggu oleh hantu, anti terhadap guna-guna yang lain dan sebagainya.

Suku Dampelas banyak bermukim di Desa Kambayang, Talaga, Sabang, Sioyong, Malonas, Rerang, Long, Bayang dan lainnya, dimana desa-desa ini berada di Kecamatan Dampelas.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tradisi Dabang yang merupakan kebiasaan masyarakat suku Dampelas sejak dahulu sampai sekarang

Tradisi Dabang
Tradisi Dabang

Dampelas merupakan salah satu dari 24 suku yang ada di Sulawesi tengah, tepatnya di Kecamatan Dampelas, kabupaten Donggala-Indonesia. Jika kita membahas lebih dalam tentunya sangat banyak sekali tradisi atau budaya suku Dampelas. Kali ini saya akan membahas tentang tradisi Dabang yang merupakan kebiasaan masyarakat suku Dampelas sejak dahulu sampai sekarang.

Menurut salah seorang sesepuh Dampelas  dahulu pernah lahir buaya kembar di danau Dampelas, kembarannya disebut-sebut sebagai dabang. Konon Dabang ini merupakan garis keturunan dari kembaran buaya tersebut, tapi bukan keturunan buaya. Sampai saat ini tradisi Dabang masih dipertahankan. menurut Om Bora dimanapun seseorang itu (berdarah Dampelas asli) pergi, sejauh apapun, kalau memang dia bergaris keturunan Dabang dia pasti akan kembali ke Tanah Dampelas dan melaksanakan ritual tersebut. 

Sebelum melaksanakan ritual ini harus membaca kalimat-kalimat Allah terlebih dahulu untuk meminta kemudahan ataupun kesembuhan untuk si penderita penyakit atau masalah tertentu. Setelah ritual selesai, makanan yang dibentuk buaya itu bisa dimakan. Dabang bisa dilakukan apabila seseorang mengalami masalah tertentu atau penyakit yang memang sudah tidak ada jalan lain untuk menyelesaikannya, biasanya untuk mengetahui apakah harus dilaksanakan tradisi Dabang atau tidak harus di lakukan 'Tahiyao' terlebih dahulu.

Tahiyao merupakan cara meminta petunjuk melalui Al-Qur'an, dan hanya dilakukan oleh orang tertentu saja. Dalam ritualnya Dabang di bentuk menyerupai Buaya yang dibentuk dari beras ketan atau nasi, jarinya menggunakan pisang,telur, ada 1 ekor ayam bakar utuh yang sudah dibersihkan diletakkan dibagian atas nasi berbentuk buaya. sebagai pelengkapnya ada tembako (rokok jaman dulu) , daun sirih, dll.

Sekilas tentang Suku Dampelas

Suku Dampelas merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah kecamatan Dampelas Sojol, Kabupaten Donggala dan kabupaten Tolitoli di provinsi Sulawesi Tengah Indonesia. Suku ini terkenal karena memiliki tradisi adat yang unik serta benda-benda pusaka sakti dan berkhasiat untuk menghadapi musuh. Orang yang memakai benda-benda pusaka itu akan menjadi dan tidak mempan terhadap guna-guna (santet) dan ilmu hitam lainnya.

Sebagian besar suku Dampelas beragama Islam namun mereka juga mempertahankan kepercayaan animisme. Suku Dampelas mengenal berbagai nama makhluk untuk kekuatan gaib dan juga sebagai tempat perlindungan dan tempat memohon berkat dengan menggunakan cara-cara tertentu. Suku Dampelas juga dikenal sebagai suku yang masih menggunakan benda-benda sakti yang berkhasiat sebagai penangkal serangan musuh. Orang yang menggunakan alat itu seakan-akan menjadi kebal, tidak diganggu oleh hantu, anti terhadap guna-guna yang lain dan sebagainya.

Suku Dampelas banyak bermukim di Desa Kambayang, Talaga, Sabang, Sioyong, Malonas, Rerang, Long, Bayang dan lainnya, dimana desa-desa ini berada di Kecamatan Dampelas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Cara menemukan semua kata sandi Wi-Fi yang disimpan di komputer Anda

Cara menemukan semua kata sandi Wi-Fi yang disimpan di komputer Anda.

Tonton Video nya. untuk membuat script file bat di komputer anda.







  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Cara menampilkan Kata Sandi Wifi menggunakan Ponsel Android Anda

Cara menampilkan Kata Sandi Wifi menggunakan Ponsel Android Anda

Cara menampilkan Kata Sandi Wifi menggunakan Ponsel Android Anda

Tonton Video ini untuk melihat Cara menampilkan Kata Sandi Wifi menggunakan Ponsel Android Anda.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sekilas tentang Suku Karo dari Sumatera Utara



 Karo merupakan sebuah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara. Suku Karo yang dalam bahasa aslinya disebut Kalah Karo merupakan salah satu suku asli di Sumatera Utara. Suku ini memiliki bahasanya sendiri, yaitu bahasa Karo atau Cakap Karo dan aksaranya sendiri.

SEJARAH AWAL KARO
Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aroe) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo (Darwan Prinst, SH :2004). Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar dikalangan peneliti.
Dalam sebuah naskah kuno mengenai suku Karo, diceritakan bahwa leluhur orang Karo adalah Putri Kerajaan Aroe dan Umang (mahluk yang diyakini memiliki fisik seperti manusia, tetapi tumit kakinya berada di depan). Namun, beberapa tetua Karo mengatakan bahwa suku Karo tidak berasal dari satu darah yang sama (berbeda dengan suku Batak Toba yang diyakini merupakan keturunan dari Si Raja Batak).

MARGA dan IKATAN PERSAUDARAAN
Dalam suku Karo terdapat marga yang bersifat patrineal (berasal dari pihak ayah/diturunkan dari ayah) namun tetap membawa marga ibu-nya(beru ibunya) yang disebut bere. Misalnya seorang anak ayahnya bermarga A, dan ibunya bermarga(berberu) B, maka si anak dikatakan bermarga A bere B. Dalam suku Karo marga disebut merga yang secara etimologis berasal dari kata meherga yang berarti berharga, jadi marga sangat berharga bagi masyarakat Karo.
Dalam suku Karo terdapat lima marga induk yang disebut MERGA SILIMA. Lima marga induk tersebut antara lain:

   1. Sembiring
   2. Ginting
   3. Tarigan
   4. Karo Karo
   5. Perangin-angin

Kelima marga induk tersebut juga memiliki beberapa sub-marga. Sub marga dalam Karo ada diyakini ada yang asli suku Karo dan ada pula yang berasal dari negara lain.Sub marga tersebut yaitu
1. Sembiring
Sembiring terdiri dari:

   1. Kembaren (boleh memakan anjing)
   2. Sinulaki (boleh memakan anjing)
   3. Keloko (boleh memakan anjing)
   4. Pandia (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
   5. Gurukinayan (tidak boleh memakan anjing)
   6. Brahmana (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
   7. Meliala (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
   8. Depari (tidak boleh memakan anjing)
   9. Pelawi (tidak boleh memakan anjing)
  10. Maha (tidak boleh memakan anjing)
  11. Sinupayung (boleh memakan anjing)
  12. Colia (tidak boleh memakan anjing)
  13. Pandebayang (tidak boleh memakan anjing)
  14. Tekang (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
  15. Muham (tidak boleh memakan anjing,diduga berasal dari India)
  16. Busok (tidak boleh memakan anjing)
  17. Sinukaban (tidak boleh memakan anjing)
  18. Keling (tidak boleh memakan anjing)
  19. Bunu Aji (tidak boleh memakan anjing)
  20. Sinukapar (tidak boleh memakan anjing)

2. Ginting
Ginting terdiri dari:

   1. Babi
   2. Sugihen
   3. Gurupatih
   4. Ajartambun
   5. Capah
   6. Beras
   7. Garamata
   8. Jadibata
   9. Suka
  10. Manik
  11. Sinusinga
  12. Jawak
  13. Seragih
  14. Tumangger
  15. Pase

3. Tarigan
Tarigan terdiri dari:

   1. Sibero
   2. Tambak
   3. Silangit
   4. Tua
   5. Tegur
   6. Gersang
   7. Gerneng
   8. Gana-gana
   9. Jampang
  10. Tambun
  11. Bondong
  12. Pekan
  13. Purba

4. Karo Karo
Karo Karo terdiri dari:

   1. Sinulingga
   2. Surbakti
   3. Kacaribu
   4. Sinukaban
   5. Barus
   6. Simbulan
   7. Jung
   8. Purba
   9. Ketaren
  10. Gurunsinga
  11. Kaban
  12. Sinuhaji
  13. Sekali
  14. Kemit
  15. Bukit
  16. Sinuraya
  17. Samura
  18. Sitepu

5. Perangin-angin
Perangin-angin terdiri dari:

   1. Namohaji
   2. Sukatendel
   3. Mano
   4. Sebayang
   5. Pencawa
   6. Sinurat
   7. Perbesi
   8. Ulunjandi
   9. Penggarus
  10. Pinem
  11. Uwir
  12. Laksa
  13. Singarimbun
  14. Keliat
  15. Kacinambun
  16. Bangun
  17. Tanjung
  18. Benjerang

Itulah keseluruhan marga yang terdapat dalam suku Karo.
Dalam ikatan persaudaraan dikenal istilah Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh, dan Perkade-kaden si Sepuluh Dua tambah Sada.

1. Rakut Sitelu
Dalam suku Karo posisi Rakut Sitelu sangatlah penting. Rakut Sitelu dapat diumpamakan sebagai tungku kaki tiga. Jika salah satu unsur tidak ada maka akan terjadi ketimpangan. Rakut sitelu terdiri atas

   1. Kalimbubu, secara sederhana dapat diartikan keluarga istri.
   2. Anak Beru, secara sederhana dapat diartikan sebagai keluarga yang memperistri
   3. Senina, diartikan sebagai keluarga satu marga.

Dalam suku Karo, jika diadakan suatu aktivitas adat, maka yang menjalankan kegiatan adat tersebut adalah Rakut Sitelu.

2. Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan. Tutur Siwaluh terdiri dari:

   1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang atau Puang kalimbubu adalah kelompok kalimbubu dari kelompok pemberi dara

   2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi: Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.

      a. Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
      b. Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.

   3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.

   4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).

   5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.

   6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

   7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri. Anak beru ini terdiri lagi atas:
      a. Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
      b. Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.

   8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.


3. Perkaden-kaden Si Sepuluh Dua tambah Sada
Perkaden-kaden Si Sepuluh Dua tambah Sada ialah bentuk kekerabatan saudara terdekat dalam bentuk panggilan, yaitu:

   1. Nini
   2. Bulang
   3. Kempu
   4. Bapa
   5. Nande
   6. Anak
   7. Bengkila
   8. Bibi
   9. Permen
  10. Mama
  11. Mami
  12. Bere-bere
  13. Tambah Sada ialah mereka orang-orang terdekat diluar lingkup keluarga seperti sahabat.

BUDAYA DAN KESENIAN
Budaya utama dari setiap peradaban adalah rumah. Konstruksi rumah mennjukkan kemajuan suatu peradaban. Rumah Adat Karo disebut sebagai Rumah Siwaluh Jabu, ini dikarenkan rumah ini dihuni oleh delapan kepala keluarga.
Rumah Siwaluh Jabu,memiliki bentuk rumah panggung dengan ukiran dan ornamen mistis diseluruh bagian rumah.

A. PERKAWINAN
Dalam pandangan masyarakat Karo dalam adat perkawinan, dikenal berbagai jenis perkawinan menurut adat.
Berikut adaah jenis-jenis perkawinan dalam suku Karo dan penjelasannya yang mudah dimengerti.

   1. Lako Man (Ganti Tikar)
Perkawinan 'Lako Man" terjadi apabila seorang laki-laki,terlepas dari ia sudah pernah kawin atau belum mengawini istri dari adik atau kakaknya yang telah meninggal dunia.(tradisi ini sudah tidak dilakukan lagi sejak adanya agama di suku Karo)

   2. Gancih Abu
Perkawinan ini terjadi karena seorang istri meninggal dunia, dimana untuk tetap langgengnya hubungan keluarga, terlebih karena sudah ada keturunan, maka pihak suami mengawini saudara kandung dari istrinya yang sudah meninggal

   3. Mindo Nakan

 Seorang anak yang sudah dewasa mengawini ibu tirinya dikarenakan ayahnya sudah meninggal dunia. Biasanya umur sang anak denga ibu tirinya tidak terlalu jauh berbeda.

   4. Mindo Lacina
Perkawinan ini terjadi antara seorang laki-laki denga seorang wanita yang menurut kekerabatan silaki-laki memanggil nenek kepada wanita tersebut(karena istri kakeknya). Di dalam hal ini hubungan kekerabatan antara edua belah pihak masih dekat dimana perkawinan dapat berlangsung, karena /jikalau si nenek itu telah janda.

   5. Merkat Sinuan
 Perkawinan terjadi apabila seorang laki-laki kawin dengan putri "puang kalimbubu". Menurut adat, sebenarnya perkawinan sepert ini tiddak dibnarkan,karena "erturangku". Tapi, karena pertimbangan dan faktor lain atau mempererat hubungan keluarga, menyambung keturunan dan lain-lain, perkawinan yang sebenarnya dilarang itu dilangsungkan juga. Tapi acara adat yang dijalankan harus sempurna (ua Banggong).
  
6. Caburken Bulung
Caburke bulung adalah perrkawinan anak-anak di bawah umur atara seorang anak laki-laki dengan iparnya. Acara peresmiannya memang agak sama dengan acara peresmian perkawinan biasa. Hal itu terjadi atas persetujuan kedua belah pihak orang tua, karena berbagai faktor. Ini bukan menjadi jaminan kalau sudah dewasa nanti keduanya harus menjadi suami istri.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS